Senin, 05 April 2010

Ilalang Kecil dan Pagi


Kemarin aku melihat anak kecil yang ditinggal pergi Bundanya untuk selama-lamanya... Dia menangis sesenggukan di antara tatapan mata para pelayat. Nafas yang juga turut hadir di ruangan duka itu adalah nafasku. Aku menatap lekat-lekat anak kecil 11 tahun itu. Ia sudah mengerti apa itu ditinggalkan, tapi ia hanya mengerti sebuah cara jika kematian hadir di dunianya, yaitu bersedih dan menangis. Aku menatap kosong pada bulir-bulir air mata yang deras turun tanpa suara itu. Suarnya tertahan di tenggorokan. Ia benar-benar tabah. Wajahnya titik-titik jernih yg kian sendu dari rintikan hujan saat senja. Kerudungnya basah, menampung air matanya yang tak berhenti jatuh.

Aku mulai berbicara pada diriku sendiri dalam pesona duka diantara gelap kain-kain hitam.

'Adik, Ibumu kini tlah pergi ke Surga

Kesedihanmu atas perpisahan dengan tawa manisnya

Membuatmu tersungkur dalam duka mendalam'


Itu pertemuan kita 111 hari yang lalu

Dan hari ini aku datang dengan segala kesempatan untuk menengokmu kembali sayang...

Dan lihatlah dirimu. Pagi telah memberimu harapan. Aku sungguh terpesona dengan senyum di bibirmu yang terpancar dari sumur jiwa yang tabah. 

Hari ini ilalang di lembah itu mulai berangin dan kian menyejukkan.

Kau mrngajrkanku bukanlah ketabahan bukanlah selalu dari jiwa yang telah lama berdiri di atas dunia, tapi ketabahan itu berasal dari jiwa yang mengerti dan memahami apa itu anugrah, dan harapan hari esok...

Esokmu telah datang, kelabu di wajahmu telah di hapus oleh tangan kasih Ayah. ..Dan hri ini kau telah berjanji pada dirimu sendiri, pada Ayah dan pada Bunda... Bahwa kau akan bahagiakan Ayah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar